Sistem pemerintahan Daerah

Hallo teman teman sebelum perkenalan maka saya akan menyampaikan pepatah "Tak kenal maka tak sayang " perkenalkan nama saya Mery candra salah satu mahasiswi Ilmu pemerintahan di Universitas Jambi. Baik lah disini akan menjelaskan Pemerintahan Daerah dari masa ke masa

   Otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan masyarakat atau kepentingan, termasuk dengan membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri.



Masa penjajahan belanda

 Pemerintahan modern Hindia Belanda dimulai pada tahun 1800, dipimpin oleh Dandels. VOC terakhir yang berkuasa tidak mengembangkan sistem pemerintahan modern. VOC baru saja menaklukkan sultan/raja adat untuk mengakui kekuasaan VOC. Sistem pemerintahan kesultanan/kerajaan ditentukan oleh hukum kesultanan/kerajaan yang bersangkutan. Ketika VOC menyatakan pailit pada tahun 1799, penguasaan wilayah tersebut diserahkan kepada pemerintah Belanda yang pernah dijajah oleh Perancis.

Louis Bonaparte, saudara Raja Napoleon Bonaparte dari Belanda, mengangkat Dandels sebagai gubernur Hindia Belanda. Dandels mengadopsi kebijakan berikut.

    Selain kekuasaan feodal mereka, bupati diangkat sebagai pegawai pemerintah.
Kesultanan Cirebon dan Banten dihapuskan dan diganti oleh pemerintah provinsi atau kotamadya.
Birokrasi pemerintah Hindia Belanda berhenti di distrik atas. Tidak ada pemerintahan di bawah. Yang ada adalah gememente asli (inlandsche gememente), yang dalam bahasa setempat dikenal dengan desa, nagari, gampong, marga, curia dan nama lainnya. Gemente Adat bukanlah organisasi pemerintahan, melainkan lembaga sosial politik yang didirikan oleh negara dengan keputusan (undang-undang) dengan tugas melaksanakan tugas negara. Penduduk asli Gemente di Jawa disebut desa. Oleh karena itu, susunan pemerintahan Hindia Belanda secara hierarkis terpusat: Gubernur berada di bawah Gubernur, residen bawahan, stasiun asisten bawahan, bupati bawahan, Vedana bawahan, dan terakhir Kamath bawahan. Satuan pemerintahan yang terdiri dari pejabat yang berada di bawah kekuasaan Gubernur adalah gewest, karesidenan, afdeeling dan/atau distrik (regentschap), kawedanan (kecamatan) dan/atau onder-afdeeling dan jalan (onder-distrik).
Pada tanggal 23 Juli 1903, Undang-Undang Desentralisasi (Stbl. Indonesia Nomor 329) diundangkan. UU ini hanya mengubah pasal 68 RR 1854. Pasal 68 diubah menjadi Pasal 68a, 68b, dan 68c. Decentralisatie Besluit diundangkan berdasarkan Undang-Undang Desentralisasi 1903 (Con. Besl tanggal 20 Desember 1904 No. 39, Ind. Stbl. 1905 No. 137). Decentralisatie Wet 1903 dan Decentralisatie Besluit 1905 melahirkan pemerintah daerah administratif dan pemerintah daerah otonom paling barat dan paling barat, yaitu gemeente dan plaatselijke. Dewan lokal (lokaal raaden) didirikan di tiga wilayah ini: gewestraad di gewestraad, gemeenteraad di gemeente dan plaatselijkeraad di plastelijke. Dengan berdirinya dewan (raad), status gewest, gemeente dan plastelijke menjadi ganda: 1) masih sebagai pemerintah daerah administratif dan 2) sebagai pemerintah daerah otonom.

Masa Penjajahan Jepang

Pada 1942, Jepang mengalahkan Belanda dalam Perang Asia Timur Raya. Indonesia kemudian dikuasasi bala tentara Dai Nippon Jepang. Pada dasarnya, pemerintah bala tentara Jepang mewarisi sistem pemerintahan Hindia Belanda. Oleh karena itu, dalam menyelenggarakan pemerintahannya, Jepang tetap menggunakan struktur pemerintahan Hindia Belanda dengan sedikit perubahan. Perubahan dimaksud adalah menghapus provinsi dan afdeling. Di samping itu, nomenklatur pemerintah dan sebutan pejabatnya diganti dengan bahasa Jepang. Melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1942 tentang Pemerintah Daerah dan Nomor 28 Tahun 1942 tentang Pemerintahan Syu dan Tokobetsu Syi, susunan pemerintah daerah di Indonesia menjadi sebagai berikut:

  1. syu (karesidenan);
  2. ken (kabupaten) dan syi (kotapraja);
  3. gun (kawedanan);
  4. son (kecamatan);
  5. ku (desa).

Berdasarkan dua undang-undang tersebut, terdapat perubahan yang signifikan atas pemerintahan lokal otonom dan struktur pemerintahannya. Semua satuan pemerintahan mulai dari syu sampai son adalah pemerintah lokal administratif. Dengan demikian, status ken (kabupaten) dan syi (kotapraja) yang pada zaman Hindia Belanda sebagai pemerintahan lokal administratif sekaligus sebagai pemerintahan lokal otonom berubah: hanya sebagai pemerintahan lokal adminstrasi saja sebagaimana syu (karesidenan), gun (kawedanan), dan son (kecamatan). Status desa tidak berubah, yaitu sebagai badan hukum komunitas pribumi di bawah kontrol sonchoo (camat). Di samping itu, struktur hierarkinya tidak sama dengan zaman Hindia Belanda yang terdapat provinsi dan afdeeling. Pada zaman Jepang, dua satuan pemerintahan ini dihapus.

Jadi, Jepang hanya membentuk pemerintahan lokal administratif karena pemerintahan lokal otonom yang telah dibuat pada zaman Belanda, yaitu pada provinsi, kabupaten, dan kotapraja, dijadikan pemeirintah lokal administratif. Baru pada masa akhir kekuasaannya Jepang menghidupkan kembali pemerintah lokal otonom, khususnya di daerah syu dan syi. Yaitu dengan cara membentuk dewan syu pada pemerintah syu dan dewan syi pada pemerintah syi.

Adapun keberadaan daerah-daerah swapraja (kerajaan/kesultanan) masih dipertahankan dengan nama baru kooti. Kesultanan-kesultanan/kerajaankerajaan pribumi yang pada zaman Hindia Belanda diakui melalui perjanjian politik tetap dipertahankan keberadaannya. Hanya di bawah kontrol ketat penguasa militer Jepang.

Masa Orde Lama

Pada awal kemerdekaan diundangkan UU No. 1/1945. UU ini merupakan respons pemerintah terhadap tuntutan masyarakat yang sedang bergelora dan bersemangat menyelenggarakan pemerintahan sendiri (merdeka). Rakyat menuntut penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis di semua tingkat. Berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, diundangkan UU No. 1/1945. UU ini berisi pemberian kewenangan kepada Komite Nasional Daerah (KND) untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan. Berdasarkan UU No. 1/1945 di karesidenan, kota, dan kabupaten dibentuk Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) sebagai ganti Komite Nasional Daerah (KND). BPRD dibentuk di karesidenen, kota, kabupaten, dan daerah-daerah lain yang dianggap perlu oleh menteri dalam negeri (Pasal 1). Mengapa tidak dibentuk juga di provinsi? Perlu diketahui bahwa pada zaman Jepang pemerintahan provinsi dihapus.

Pemerintahan daerah di bawah UU No. 1/1945 susunan-dalamnya terdiri atas tiga lembaga:

Pemerintahan daerah di bawah UU No. 1/1945 susunan-dalamnya terdiri atas tiga lembaga:

1. Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD)

BPRD adalah badan yang mewakili kesatuan masyarakat hukum pada daerah yang bersangkutan yang melaksanakan fungsi pembuat kebijakan. Anggota BPRD berasal dari tokoh-tokoh masyarakat di daerah yang bersangkutan, baik dari partai politik maupun dari organisasi-organisasi kemasyarakatan. Jumlah anggota BPRD untuk karesidenan sebanyak-banyaknya 100 orang dan untuk kota dan kabupaten sebanyak-banyak 60 orang. BPRD adalah sebagai wakil rakyat daerah yang melaksanakan urusan otonomi daerah.

2. Kepala Daerah (KD)

KD adalah pimpinan daerah otonom. Ia diangkat oleh pemerintah pusat. Fungsi dan tugas KD adalah sebagai wakil pemerintah pusat mengawasi jalannya pemerintahan daerah dan memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah bersama dengan badan eksekutif. KD di samping sebagai ketua badan eksekutif juga sebagai ketua BPRD. Dalam hal pengambilan keputusan dengan pemungutan suara dalam BPRD, ketua tidak mempunyai hak suara. Tugasnya hanya mengatur jalannya rapat, memberi saran dan arahan, serta menyampaikan informasi tentang kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah pusat.

3. Badan Eksekutif (BE)

Badan Eksekutif dipilih paling banyak lima orang dari anggota BPRD. Fungsi dan tugasnya adalah sebagai badan pelaksana pemerintahan sehari-hari yang dimandatkan oleh BPRD. Badan Eksekutif di bawah pimpinan KD. Badan eksekutif bertanggung jawab kepada BPRD, baik sendiri-sendiri maupun kolektif. Cara kerja badan eksekutif adalah kolektif kolegial yang artinya kebijakan dibuat bersama antaranggota dan antara badan eksekutif dengan KD. Badan Eksekutif mengangkat perangkat daerah otonom. Fungsi perangkat daerah adalah melaksanakan kebijakan otonomi daerah yang diputuskan oleh KD dan BPRD.

Otonomi Daerah di Masa Orde Baru.

    Pemerintah orde baru pada awalnya hadir sebagai koreksi atas kegagalan pemerintah orde lama.16 Koreksi tersebut sebagaimana disampaikan oleh Jenderal Soeharto, tokoh supersemar yang kemudian menjadi presiden paling lama ini adalah sebagaimana disampaikan pada pembukaan Kongres Luar Biasa Kesatuan dan keutuhan partai nasional Indonesia, Soeharto (dalam LP3ES, 1988:134) menyatakan sebagai berikut: Ketiga penyelewengan dimaksud adalah; 

a. Radikalisme PKI

 b. Terjadinya oportunisme politik yang didorong oleh ambisi pribadi 

c. Terjadinya penyelewengan ekonomi. Kehadiran Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tenang pemerintahan daerah diyakini akan mampu menciptakan stabilitas daerah, dengan demikian eksekutif diberi kewenangan yang sangat besar sebagai penguasa tunggal di daerah. 

   Walupun demikian Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pemerintah daerah terdiri atas kepala daerah dan DPRD, akan tetapi tidak ada balances sama sekali, sebab sebagaimana di pusat, di daerah DPRD juga hanya merupakan tukang stempel untuk kepentingan eksekutif.17 Pemilihan kepala daerah yang dilakukan DPRD adalah retorika belaka, sebab siapa yang harus jadi telah ditetapkan sebelumnya termasuk siapa mendapatkan berapa suara. Apabila skenario tidak berhasil, dan calon yang diunggulkan ternyata tidak terpilih, maka pemerintah pusat akan dengan mudah memilih/mengangkat kembali orang yang telah diproritaskantersebut, sebab hasil pemilihan DPRD kemudian diajukan kepada pusat, dan pusat bebas menentukan siapa yang akan dilantik dari hasil usulan/hasil pemilihan tersebut (Pasal 15 UU No. 5 tahun 1974).

Pemerintahan Daerah Pada Masa Reformasi

Krisis moneter yang melanda asia kemudian menjadi momentum untuk menggusur pemerintahan orde baru. Harus diakui bahwa terlepas dari keberhasilannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah orde baru telah gagal menciptakan sistem politik dan kehidupan bernegara yang demokratis. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, rezim orba dinilai tidak adil oleh daerah-daerah yang memiliki nilai lebih dalam arti memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Ketidak adilan tersebut ditandai dengan pengaturan sistem pemerintahan darah yang sentralistis, berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah Undang-Undang No. 5 tahun 1974 dibuat dengan asumsi bahwa dengan memberikan otonomi yang seluas- luasnya daerah akan menjadi tidak respek terhadap pemerintah pusat yang pada akhirnya akan menyebabkan disintegrasi. Dalam bidang pemerintahan daerah, Habibie menjawab tuntutan daerah kaya, dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999tentang pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang pertimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Kedua Undang- Undang tersebut secara subtansial sangat berbeda dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah. Dalam beberapa hal Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dianggap telah menganut asas-asas federalis, sering dengan semakin sedikitnya kewenangan yang dimiliki pemerintah pusat di daerah. Dalam pasal 7 Undang-Undang No. 22 tahun 1999, yang menegaskan bahwa kewenangan pemerintah pusat di daerah hanya meliputi:

a. Bidang pertahanan

b. Bidang moneter dan fiskal

c. Bidang politik luar negeri

d. Bidang peradilan

e. Agama

Negara Kesatuan Seperti Indonesia, desentralisasi merupakan pengalihan atau pelimpahan kewenangan secara teritorial atau kewilayahan yang berarti pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah didalam negara dan fungsional yang berarti pelimpahan kewenangan kepada organisasi fungsional (teknis) yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat.

berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan pada era awal reformasi pemerintah telah mengeluarkan dua kebijkan tentang otonomi daerah, yaitu:

# UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah &

# UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah Otonomi daerah di Era Reformasi menjadi jawaban dari persoalan otonomi daerah di era orde baru. Seperti masalah Desentralisasi Politik, Desentralisasi Administratif, Desentralisasi Ekonomi.Agar pelaksanaan otonomi daerah tidak kebablasan, pemerintah melakukan beberapa revisi pada UU No. 22 Tahun1999 yang kemudian dikenal dengan UU No. 32 Tahun 2004.untuk mengatur keungan di daerah, pemerintah mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.dari situlaah yang dimaksud dengan otonomi seluas-luasnya adalah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar yang menjadu urusan pemerintah.daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijkana dalam memberikan pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesehjateraan rakyat.

Mungkin hanya ini yang bisa saya jelaskan mohon maaf jika ada kesalahan karena kesempurnaan judul lagu nya Rizky Febrian🙏🏻

Ayu tingtiing is eating Thank you for everything


Komentar

Postingan populer dari blog ini

proses penyusunan APBDES

Proses penyusunan APBN dan APBD

konsep pajak daerah dan macam macam pajak provinsi,kabupaten/kota